Islam is so Simple
Islam
is so Simple
Islam mempunyai
karakter sebagai agama yang penuh kemudahan seperti telah ditegaskan langsung
oleh Allah Swt. dalam firmanNya: “…dan
Dia tidak menjadikan kesukaran dalam agama atas diri kalian.”
Islam mempunyai
karakter sebagai agama yang penuh kemudahan seperti telah ditegaskan langsung
oleh Allah Swt. dalam firmanNya: “…dan
Dia tidak menjadikan kesukaran dalam agama atas diri kalian.”
Sementara dalam sebuah haditsnya, Nabi Saw. pun bersabda: “Sesungguhnya Allah Swt. tidak mengutusku untuk mempersulit atau
memperberat, melainkan sebagai seorang pengajar yang memudahkan.” (HR.
Muslim, dari ‘Aisyah ra.)
Visi Islam sebagai agama yang mudah di atas termanifestasi secara total dalam
setiap syari’atnya. Sampai-sampai, Imam Ibn Qayyim menyatakan, “Hakikat ajaran Islam semuanya mengandung
rahmah dan hikmah. Kalau ada yang keluar dari makna rahmah menjadi kekerasan,
atau keluar dari makna hikmah menjadi kesia-siaan, berarti itu bukan termasuk
ajaran Islam. Kalaupun dimasukkan oleh sebagian orang, maka itu adalah
kesalahkaprahan.”
Ada beberapa prinsip yang secara kuat mencerminkan betapa Islam merupakan agama
yang mudah, diantaranya :
Pertama, menjalankan syari’at Islam
boleh secara gradual (bertahap).
Dalam hal ini, seorang muslim tidak serta-merta diharuskan menjalankan
kewajiban agama dan amalan-amalan sunnah secara serentak. Ada tahapan yang
mesti dilalui: mulanya kita hanya diperintahkan untuk melaksanakan
kewajiban-kewajiban pokok agama. Setelah yang pokok-pokok berhasil dilakukan
dengan baik dan rapi, kalau punya kekuatan dan kesempatan, maka dianjurkan
untuk menambah dengan amalan-amalan sunnah.
Izin untuk mengamalkan syari’at Islam secara bertahap ini telah dicontohkan
oleh RasululLah Saw. sendiri. Suatu hari, seorang Arab Badui yang belum lama
masuk Islam datang kepada RasululLah Saw. Ia dengan terus-terang meminta izin untuk
sementara menjalankan kewajiban-kewajiban Islam yang pokok saja, tidak lebih
dan tidak kurang.
Beberapa Sahabat Nabi menunjukkan kekurang-senangannya karena menilai si Badui
enggan mengamalkan yang sunnah. Tapi dengan tersenyum, Nabi Saw. mengiyakan
permintaan orang Badui tersebut. Bahkan beliau bersabda: “Dia akan masuk surga
kalau memang benar apa yang dikatakannya.”
Kedua, adanya anjuran untuk memanfaatkan
aspek rukhshah (keringanan dalam praktek beragama).
Aspek Rukhshah ini terdapat dalam semua praktek ibadah, khususnya bagi mereka
yang lemah kondisi tubuhnya atau berada dalam situasi yang tidak leluasa. Bagi
yang tidak kuat shalat berdiri, dianjurkan untuk shalat sambil duduk. Dan bagi
yang tidak kuat sambil duduk, dianjurkan untuk shalat rebahan. Begitu pula,
bagi yang tidak kuat berpuasa karena berada dalam perjalanan, maka diajurkan
untuk berbuka dan mengganti puasanya di hari-hari yang lain.
Dalam sebuah hadits Qudsi Allah Swt. berfirman: “Sesungguhnya Allah suka kalau
keringanan-keringananNya dimanfaatkan, sebagaimana Dia benci kalau kemaksiatan
terhadap perintah-perintahNya dilakukan.” (HR. Ahmad, dari Ibn ‘Umar ra.)
Dalam sebuah perjalanan jauh, RasululLah Saw. pernah melihat seorang Sahabatnya
tampak lesu, lemah, dan terlihat berat. Beliau langsung bertanya apa sebabnya.
Para Sahabat yang lain menjawab bahwa orang itu sedang berpuasa. Maka
RasululLah Saw. langsung menegaskan: “Bukanlah termasuk kebajikan untuk
berpuasa di dalam perjalanan (yang jauh).” (HR. Ibn Hibbân, dari Jâbir bin ‘AbdilLâh
ra.)
Ketiga, Islam tidak mendukung praktek
beragama yang menyulitkan.
Disebutkan dalam sebuah riwayat, ketika sedang menjalankan ibadah haji,
RasululLâh Saw. memperhatikan ada Sahabat beliau yang terlihat sangat capek,
lemah dan menderita. Maka beliau pun bertanya apa sebabnya. Ternyata, menurut
cerita para sahabat yang lain, orang tersebut bernadzar akan naik haji dengan
berjalan kaki dari Madinah ke Mekkah. Maka RasululLâh Saw. langsung
memberitahukan, “Sesungguhnya Allah tidak membutuhkan tindakan penyiksaan diri
sendiri, seperti yang dilakukan oleh orang itu.” (HR. Bukhâri dan Muslim, dari
Anas ra.)
Demikianlah, Islam sebagai agama yang rahmatan lil’ ‘alamin secara kuat
mencerminkan aspek hikmah dan kemudahan dalam ajaran-ajarannya. Dan kita
sebagai kaum muslimin, telah dipilih oleh Allah Swt. untuk menikmati
kemudahan-kemudahan tersebut. Diceritakan oleh ‘Aisyah ra. bahwa RasululLâh
Saw. sendiri dalam kesehariaannya, ketika harus menentukan antara dua hal,
beliau selalu memilih salah satunya yang lebih mudah, selama tidak termasuk
dalam dosa. (HR. Bukhâri dan Muslim)
Akan tetapi, kemudahan dalam Islam bukan berarti media untuk meremehkan dan
melalaikan kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan. Rukhshah tidak untuk
dijadikan apologi, keringanan-keringanan dari Allah bagi kita jangan sampai
membuat kita justru menjadi jauh dariNya. Karakter Islam sebagai agama yang
mudah merupakan manifestasi nyata bahwa ajaran Islam bukanlah sekumpulan
larangan yang intimidatif, melainkan ajaran yang menyebarkan kasih-sayang.
Sehingga dengan demikian, ketika kita menjalankan ajaran-ajaran Islam,
motivasinya sebaiknya bukan karena kita takut kepada Allah Swt., tapi lebih
karena kita rindu dan ingin lebih dekat denganNya. Bukan karena kita ngeri akan
nerakaNya, namun lebih karena kita ingin bersimpuh di haribaanNya –di dalam
surga yang abadi.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar